Sabtu, 19 Januari 2008

Lembayung Majapahit - Episode 01


Episode 01

Jejak embun pagi masih membayang di daun pepohonan depan kraton Majapahit. Matahari masih enggan untuk bangun dari tidurnya. Sinarnya masih rendah di ufuk timur. Berbeda dengan keengganan sang matahari tersebut, lapangan Kesatriyan di depan kraton telah riuh oleh derap ratusan kaki kuda. Sesekali para penunggang kuda meningkahinya dengan teriakan penuh semangat. Pedang, tombak, penggada, trisula saling berayun dan beradu.

Ada yang bersenjata penggada yang bentuknya besar dan mengerikan. Walaupun gada itu tak bergerigi besi namun ukurannya sangat menyeramkan. Besarnya seakan hendak menyaingi kekarnya badan sang pemilik senjata itu.

Keringat dan peluh telah membasahi tubuh para prajurit itu. Beberapa diantara prajurit itu bahkan telah diwarnai oleh warna darah pula. Darah yang muncul akibat goresan-goresan kecil di kulit mereka.

Senjata-senjata yang mereka pergunakan telah dibuat khusus untuk berlatih. Pedang-pedang itu hanya terbuat dari kayu. Tombakpun tanpa bilah pisau di ujungnya. Demikian juga penggada besar itu berlapis sulur rotan. Namun tak urung sesekali senjata-senjata itu tetap menggores tubuh mereka. Kecuali gada besar itu tentunya. Ia tak akan melukai kulit mereka, namun jejak membiru yang ditinggalkan di kulit sanggup bertahan beberapa hari lamanya.

Tanah lapangan telah berubah bagai sawah yang tengah dibajak lembu. Lembabnya embun malam tak mampu lagi menahan kerasnya injakan kaki-kaki kuda itu. Hingga debu tanahpun beterbangan menyatu dengan hiruknya latihan perang itu.

Beberapa tombak dari pinggir lapangan telah dipadati oleh ribuan penonton. Kawula Majapahit datang semenjak hari masih gelap. Beberapa diantara mereka yang datang sejak hari kemarin malam. Ada yang datang sendirian, ada pula yang bersama dengan sahabat dan keluarga. Mereka ikut membantu kesibukan para prajurit mempersiapkan lapangan yang akan digunakan.

Mereka ikut sibuk memasang patok-patok dan tali dadung sebesar ular bandotan ke sekeliling lapangan. Tali itu berguna sebagai tanda pembatas bagi penonton yang memisahkan antara penonton laki-laki dengan wanita dan anak-anak. Dengan begitu, penonton bisa terhindar dari berdesak-desakan.

Malamnya banyak yang tidak tidur di malam itu. Setelah persiapan usai, mereka berbincang dan bersenda-gurau dengan para prajurit itu. Perbincangan yang sangat seru dengan ditemani oleh hangatnya ketela rebus, jagung bakar, wedang jahe maupun wedang sereh. Sebenarnya itu semua bukanlah makanan yang aneh, karena sesungguhnya merekapun sering memakannya di rumah. Namun menyantapnya bersama para prajurit di malam seperti itu, rasanya sungguh jauh lebih nikmat.

Sekembalinya ke padukuhan nanti, mereka bisa bercerita dengan bangganya, bahwa mereka berhasil melihat atau berbincang dengan Kanuruhan Gajah Enggon, Pasangguhan Gagak Bongol, Macan Liwung dan atau lainnya. Nama-nama para perwira utama kerajaan yang kehebatannya sering dibicarakan dari mulut ke mulut secara getok tular.

Perwira-perwira utama itulah yang telah membantu Sang Maha Patih memajukan dan membesarkan negara Majapahit hingga ke negara seberang lautan. Majapahit kini memiliki nama besar yang bergaung dari tempatnya matahari terbit hingga ke negara-negara di ujung barat, di mana matahari kembali ke peraduannya.

Apalagi bila rakyat itu berhasil saling menyapa dengan Sang Maha Patih Gajah Mada sendiri, waktu tujuh hari tujuh malam tak cukup rasanya untuk menceritakannya kepada semua orang yang mereka kenal di padukuhan. Hingga seolah-olah diri merekalah Sang Maha Patih itu sendiri.

Rakyat yang bangga dengan prajuritnya akan semakin memperkokoh dan memperbesar negara. Tak heran jika rakyat banyak yang berangan-angan diri atau anak mereka bisa menjadi seorang prajurit. Bagi yang tidak memiliki anak laki-laki, mereka tidak perlu putus harapan. Mereka masih bisa berharap melalui anak gadis mereka. Mereka akan panjatkan doa agar anak gadis mereka bisa bersuamikan seorang prajurit. Dengan begitu, mereka sebagai orang tua akan menjadi terkenal hingga ke seberang padukuhan. Alangkah membanggakannya.

Bersambung ke episode 02 …

Tidak ada komentar: