Senin, 11 Agustus 2008

Cerpen: Pertemuan yang Lain

Semenjak pertemuannya dengan Shinta, hati Rama justru menjadi tak tenang. Masa-masa kebersamaan dengan Shinta di bangku SMA menggiring benaknya ke masa yang lebih dekat, di masa ia kuliah.

"Akh, Damayanti...." sesaat hatinya mengucap nama kekasihnya dulu.

Perlahan Rama meletakkan punggungnya di sandaran kursi kantor. Ia datang terlalu pagi hari ini. Sendirian di ruang kerjanya. Meja teman-temannya masih kosong. Sedikit dibuai rasa kantuk sisa bangun pagi, dalam keheningan pikirannya, ia menerawang ke satu waktu, beberapa tahun yang lalu.
---------------------------

Rama dan Damayanti memiliki kesepakatan, walau keduanya saling mencintai, mereka tak mungkin berpadu. Damayanti seorang gadis muslimah, berjilbab dalam kesehariannya. Keteduhan matanya, kehalusan sikapnya, kecerdasannya membuat Rama berubah total. Hubungan yang mereka jalin, sungguh berbeda. Rama kali ini mengalami hubungan yang sedemikian santun dengan seorang gadis yang menjadi pacarnya. Sesekali Rama bisa memegang atau menggenggam pergelangan tangan sang gadis, itu pun di saat Rama membimbing Damayanti menyeberangi jalan. Lebih dari itu, tak pernah ia lakukan. Dulu, ia sering mengolok-olok temannya yang berpacaran demikian santun. Kini ia mengalaminya. Tak pernah ia sesali keadaan ini. Kebersamaannya dengan Damayanti sungguh menggugah nuraninya.

Sayang, mereka saat itu tak mungkin berlanjut. Damayanti memiliki kekasih dari masa lalunya saat ia masih SMA. Pacar yang jarang sekali bertemu, dan menghadapi kerikil tajam, kedua orang tua Damayanti tak merestui hubungannya dengan pacarnya itu.

Dalam kondisi demikian, Rama tak pernah merasa dirinya di duakan. Demi kebahagiaan Damayanti, ia sanggup menerima keadaan, seberapapun buruknya.

"Rama, kita tahu hati kita masing-masing. Rasanya aku tak adil jika kita tetap bersama, sementara aku sendiri belum menuntaskan masa laluku. Masa lalu yang membawa pertentangan batin dengan kedua orangtuaku. Kita percaya, jodoh ada di tangan Allah Swt. Satu saat kita dipertemukan, di saat yang lain kita dipisahkan. Namun, bila jodoh, kelak kita pasti dipertemukannya kembali oleh-NYA." Damayanti bertutur dengan lembut. Matanya menatap langsung ke bola mata Rama. Tak ada keraguan di sana. Dalam kelembutan penuh kasih sayang, Damayanti dapat menuturkannya dengan runtut.

"Hemm..." Rama tertunduk, tak sanggup memandang mata sang kekasih. Namun kembali ia dibuat heran oleh hatinya sendiri. Tak ada kemarahan di sana. Ia seolah memiliki hati seluas dan sedalam samudera yang sanggup menampung limpahan air sebanyak apapun.

"Aku berjanji padamu, Rama. Jika masalahku ini telah dapat kuselesaikan, apapun hasilnya, aku pasti mencarimu. Namun begitu, jangan kau halangi hidupmu dari orang-orang yang kau cintai jika kelak kau bertemu dengan mereka hanya karena aku. Terima dan sambutlah mereka. Siapa tahu, itu jodohmu" desis Damayanti perlahan. Kali ini, ada sedikit getar dinada suara sang gadis.

"Akh, tak mungkin aku..." Rama mencoba menjawan perlahan. Kalimatnya terputus ketika tertatap olehnya, Damayanti menegakkan kembali wajahnya, ia memandang dirinya dalam-dalam dengan menggelengkan kepalanya perlahan.

"Seperti tadi kubilang, jangan kau coba tutupi hatimu. Jalani saja hidupmu sewajarnya"
----------------------------

Itu menjadi pembicaraan terakhir mereka sebagai sepasang kekasih. Pertemuan-pertemuan berikutnya terasa sangatlah aneh bagi Rama. Walau begitu, tak ada yang berubah dari kebersamaan mereka. Ke kampus berdua, berjalan berdua, makan siang bersama di warung dekat kampus hingga sesekali jalan bersama menyusuri keramaian pusat pertokoan. Hingga akhirnya, mereka berpisah karena masa kuliah usai dan keduanya terjun kedunia baru, dunia pekerjaan.
------------------------------

Satu hari, Rama telah menjalin pertunangan dengan Anjani. Hari pernikahan beberapa bulan ke depan sudah ditetapkan. Damayanti menelponnya, meminta dirinya bertemu dengannya, juga dengan kedua orang tuanya.

Getaran hati Rama begitu dahsyat. Walau tak terucap, Rama tahu persis arti dari permintaan Damayanti barusan. Kesepakatan beberapa tahun yang lalu terungkit kembali, sedemikian detilnya. Tak ada yang terlewatkan.

Cerita Damayanti dulu tentang pertemuan sepasang kekasih setelah perpisahan, apabila sudah menjadi kehendak Allah, bukanlah hal yang mustahil. Lamaran yang ia lakukan pada Anjani dua bulan yang lalu, hari pernikahan yang akan diselenggarakan enam bulan ke depan seakan menghantui segenap otaknya. Nurani saling hantam dahsyat dengan ego diri yang berselimut kebenaran akal pikirannya.

Dalam puncak kebimbangan, Rama bersikap benar saat itu. Paling tidak, itulah yang ia rasakan.

Pintu perjodohan yang Damayanti buka bagi dirinya ia tolak.

"Maaf, bukannya aku tak mengharapkan lagi hal ini. Rasaku tak pernah berubah kepadamu, tapi di saat ini telah hadir seorang perempuan dalam hidupku"

Damayanti memang gadis luar biasa. Kejujurannya membuka pintu dengan senyum, begitu juga ketika ia mendengar ketidakmungkinan Rama menerima kembali dirinya, masih dengan senyum yang sama.

Tak lama setelah Rama menikah dengan Anjani, ia menerima kabar pernikahan Damayanti pula.
-----------------------------

Perlahan Rama bangkit dan menegakkan punggungnya. Perlahan ia buka phonebook di ponselnya. Hari itu pula, Rama telah membuat janji untuk bertemu Damayanti esok harinya.

Tidak ada komentar: