Selasa, 22 April 2008

My Sweety Blue

Aku berduka...
Terluka...

Kau tiada...
Memahat luka...

Dalam...
Dalam...
Dalam...

Hati memerah...
Darah...

Mata memerah...
Marah...

Berlalu...
Membiru...
Kaku...

Blue....
Luv u...

Sabtu, 19 April 2008

Pameran Besar Komik Indonesia di TMII

Siang tadi, aku lg asik bercengkerama di Cafe Open Space Megablitz XXI Mega Mall Bekasi bersama keluarga, di temani segelas Capucinno dan French Fries panas dan pedas, HP mendadak melantunkan lagu "Keakuanku", salah satu tembang kesukaanku dr Iwan Fals.

"SMS dr siapa nih?" tanya batinku sembari mengambil HP yg tergeletak di meja.

Jam menunjukkan pukul 14:27.

"Datang yah, tgl 20 ini jam 10 pagi di Istana Anak TMII. Undangan ada di saya. Pada HUT TMII ke 33 diadakan Pameran Besar Komik Indonesia 19-27 April"

Nama "Andy Wijaya" tampil sebagai nama pengirimnya. Bagi para penikmat komik indonesia, pasti tahu nama ini. Ia bersama rekan-rekan dekatnya, mas Iwan Gunawan, Surjorimba S. dkk. lainnya telah menjadi motor-motor penggerak bagi bangkitnya kembali komik Indonesia yang telah lama terpuruk, tertidur pingsan berpuluh-tahun lamanya, melalui Komik Indonesia dot com-nya.

Melalui komik-indonesia.com mereka meremaster komik-komik lawas Indonesia pernah populer pada masanya. Godam Mata Sinar X karya Wid NS, komik Si Buta dari Gua Hantu karya Ganes, komik Gina (Reborn) karya Gerdi WK, komik Labah-labah Merah karya Kus Br . dan lain-lainnya yg kini beredar kembali dlm format yg lebih modern merupakan bukti dari kiprah mereka baik secara langsung maupun tidak.

Euforia orang-orang thd komik Indonesia, dan berkat jaringan yg semakin luas luas, kini telah lahir orang-orang nekat yg bermodalkan kecintaan thd komik bangsa sendiri, mereka berani dan mau mempertaruhkan dana, waktu dan tenaga mereka demi bangkitnya kembali komik bangsa dewe ini. Lahirlah kerjasama-kerjasama para pecinta itu yang menamakan kelompok mereka sebagai: Kelompok Penggemar Komik Godam, Kelompok Penggemar Komik Gina. Sungguh luar biasa.

Di luar kelompok2 itu, tampil pula Neoparadigm yg baru saja merelease komik "Aquanus - Benua ke Tujuh" yg banyak menuai pujian, baik tuk gambar, cerita, pewarnaan maupun tampilan dari komik tsb. Dalam waktu dekat, komik "Godam - Jodoh Buat Awang" pun akan beredar melanjutkan komik sebelumnya "Godam - Reborn". Sungguh mengasikan bisa menikmati ini semua.

Gebrakan kebangkitan ini tak hanya bergema di dalam negeri, sobat Erwin Prima Arya, seorang ahli remaster, kini tengah berkolaborasi dengan rekan kerjanya di Singapura tuk meremaster dan mentranslatekan komik Si Buta dari Gua Hantu yg berjudul "Banjir Darah di Pantai Sanur" go internasional. Sungguh luar biasa bukan?

Jumat, 18 April 2008

Cantik, Maafkan Aku...

Cantik...
Maafkan aku...
Bukan ku tak cinta...
Bukan karna ku tak sayang...

Di sini...
Bersamamu
Aku tak bisa berpaling...

Lama waktu bersama...
Menjalani hari-hari...
Mingu demi minggu...
Bulan berganti bulan...
Berkali kita jelang tahun yang baru...

Dalam sukaku...
Dalam sedihku..
Kau bersamaku...
Selalu...

Lukamu adalah sakitku...
Sukamu gembira batinku...

Detik berjalan...
Perpisahan tak tertahankan...

Cantik....
Kau luar biasa...
Menjalani saatku bersamamu...
Sang waktu berlari....

Kebersamaanmu...
Jdi pahatan cinta yang tak kan tenggelam...
Begitu dalam
Dalam...
Semakin dalam...

Menjadi istri kedua
Istri Muda
Apapun itu
Tak jadi bebanmu...

Kau bilang,
"Ini bukan pilihan...
tapi...
inilah hidup...
yang mesti kita jalani...
dengan setia...
bersama hati....
berpeluk hari-hari..."

Cantik....
Maafkan aku....

Blog-Brary-2008 "Perpustakaan Untuk Anak Indonesia"

Melanjutkan dr MP-nya Kang Arul di: http://arul.multiply.com/

Berapa banyak anak-anak Indonesia yang bisa mendapatkan bacaan bermutu? Bahkan berapa banyak anak-anak Indonesia yang memiliki kesempatan untuk bisa membaca bacaan yang mendidik, mengembangkan wawasa, dan menambah pengetahuan? Berapa banyak perpustakaan yang dibutuhkan anak-anak Indonesia.

Saatnya para blogger untuk menyatukan langkah dan memberikan kontribusi secara offline kepada anak-anak Indonesia. Mari kita bangun perpustakaan bagi anak-anak yang tinggal di daerah kumuh, yang tumbuh-kembang di lingkungan jauh dari bacaan bermanfaat, dan anak-anak Indonesia yang punya hak untuk mendapatkan bacaan yang bermutu.

Dukung BLOGBRARY2008; Perpustakaan untuk Anak Indonesia. Sebuah kegiatan sosial BSR atau Blogger Social Responsiblity yang berasal dari blogger Indonesia untuk anak-anak Indonesia.

Apa yang bisa Anda lakukan?

Pertama, kumpulkan buku-buku layak baca. Kirimkan ke alamat Sentra Pengumpulan Buku yang ada di setiap kota. Atau blogvolunter kami akan mendatangi tempat Anda.

Kedua, kirimkan donasi Anda ke alamat rekening kami yang nantinya akan dipergunakan sepenuhnya untuk mendukung kegiatan ini (untuk sementara) di tiga provinsi; Jakarta, Banten, dan Jawa Barat

Ketiga, sebarkan pengumuman ini. Ajak blogger untuk menyukseskan BLOGBRARY2008; Perpustakaan untuk Anak Indonesia

Untuk informasi silahkan menghubungi Kangarul ( 08128749407 or 0817804088 ) - Septi ( 08561131243 )

Atau buka blog kami di http://blogbrary2008.wordpress.com/

Selasa, 08 April 2008

Buku Baru John Roosa: "Dalih Pembunuhan Masal: Gerakan 30 September"

"Apa Yang Sebenarnya Telah Terjadi" Dalam Gerakan 30 September

Cetakan 1
Jakarta: Institut Sejarah Sosial Indonesia dan Hasta Mitra, 2008
xxiv+392 hlm; 16 cm x 23 cm
ISBN: 978-979-17579- 0-4

--------- --------- --------- --------- -

Ditulis dengan sangat baik dan mengasyikkan, inilah upaya ilmiah pertama dalam kurun waktu lebih dari dua dasawarsa untuk mengkaji secara serius bukti-bukti yang berkenaan dengan teka-teki paling penting dalam sejarah Indonesia, kudeta 30 September 1965.
Robert Cribb, Australian National University

Tiga pencapaian mengagumkan yang diraih John Roosa adalah menyoroti bukti baru empat puluh tahun setelah peristiwa, memutar-balikkan kesimpulan-kesimpul an yang sudah diterima umum, dan melakukan ini semua dalam gaya mencekam ala kisah detektif.
Gerry van Klinken, Bijdragen tot de Taal-, Land- en Volkenkunde

Buku John Roosa yang menggugah dan berdasar pada penelitian menyeluruh menyajikan bukti padu untuk mendukung interpretasi-interpretasi yang sebelumnya didasarkan hanya pada spekulasi. Buku ini merupakan sumbangan yang penting bagi kepustakaan tentang kudeta di Indonesia.
Harold Crouch, Review of Politics

Ini merupakan bahan bacaan penting bagi pelajar sejarah modern Indonesia, dan bagi siapapun yang tertarik pada kekerasan politik, peran militer dalam politik, dan kebijakan luar negeri Amerika Serikat.
Geoffrey Robinson, University of California at Los Angeles

Buku ini merupakan catatan paling detil dan dengan penelitian terbaik tentang kejadian-kejadian 1965 yang pernah ditulis. Siapa pun yang berniat memahami kejadian-kejadian yang masih menebar mendung di atas bumi Indonesia dan sedikit dipahami oleh sebagian
besar masyarakat Indonesia akan memperoleh manfaat sangat besar dengan membaca buku kelas satu ini.
Carmel Budiardjo, Tapol Bulletin

Sumbangan yang luar biasa berharga. Ini merupakan masukan akademik pertama yang signifikan tentang masalah yang dibicarakan dalam jangka waktu tertentu, dan cukup memukau dibaca.
Vedi Hadiz, Pacific Affairs

Catatan John Roosa tentang Gerakan 30 September merupakan karya detektif yang mengesankan … ia sudah barang tentu menyumbangkan penelitian yang terbaik sampai saat ini tentang siapa yang mengorganisasikan gerakan ini, mengapa gerakan tersebut gagal, dan
bagaimana gerakan ini beranjak ke pembunuhan massal, yang diikuti dengan berpuluh-puluh tahun represi. Buku ini layak dibaca kalangan seluas-luasnya.
Olle Törnquist, International Review of Social History

http://johnroosa- dpm.blogspot. com

Kamis, 03 April 2008

Hadiah Sebuah Buku Karya Sahabat

Beberapa hari yg lalu, sepulang kerja, aku disambut oleh anakku yg bungsu. Ia berlari menghampiriku yg tengah memarkirkan motor.

"Pa, nih ada kiriman buku dari temen papa" katanya sembari menyerahkan sebuah bungkusan amplop warna coklat. Tertera nama sang pengirimnya, seorang sahabatku, Mas Erwin Prima Arya.

"Makasih ya dik" jawabku girang.

Sehari sebelumnya, mas Erwin memberitahuku bahwa ada titipan buku untukku karya terbaru sahabatku di Surabaya, Mas Ferry Herlambang yang berjudul "Menguasai PERALATAN GAMBAR pada Photoshop CS3 - Esensi Yang Terlupakan-".

Begitu kubuka halaman judul bagian dalam, wuih, lengkap dengan sapaan hangat sang penulis plus tanda-tangannya. Pokoknya mantabz bangedz.

Dengan buku ini ditanganku, kini aku bisa mulai tuk coba-coba belajar Photoshop, karena jujur saja, aku sendiri gaptek tentang software semacam ini. Semoga saja bisa berjalan dengan lancar, apalagi buku ini dilengkapi pula dengan CD yang tentunya sangat membantu proses pembelajaranku ini. Asik, sekali lagi, asiiik.

Terima kasih untuk mas Ferry untuk hadiah yg mengesankan ini, semoga buku ini bisa mendulang sukses, dan bisa segera terbit versi cetak ulang, amin. Jangan lupa, aku tunggu pula buku-buku karya berikutnya. Tak lupa, aku ucapkan kasih pula tuk mas Erwin yg telah banyak membantuku. Sukses selalu.

Rabu, 02 April 2008

Buku: "Hidup Tanpa Ijazah - Yg Terekam dlm Kenangan" - Autobiografi Ajip Rosidi

Ada seorang putra Indonesia yang tak punya gelar akademik sama sekali, bahkan ijazah SMA pun tak punya karena ia tidak menamatkan SMA-nya, tetapi ia diangkat sebagai gurubesar di tiga perguruan tinggi di Jepang. Bagaimana bisa?

Sebuah buku baru diterbitkan Pustaka Jaya, Januari 2008. Tebalnya setebal bantal, 1364 halaman, dicetak di kertas HVS. Meskipun tebal dan cetakannya bagus, harganya murah untuk buku setebal ini, Rp 95.000 (bandingkan dengan buku seri Harry Potter terakhir, Deadly Hollows, tebal 1008 halaman, berkertas dengan kualitas di bawah HVS, berharga Rp 175.000).

Saat mengetahui harganya, saya cukup kaget juga, buku-buku yang dicetak biasa
(bukan deluks) dengan tebal sekitar 200-300 halaman kini harga rata-ratanya sekitar Rp 35.000 - 50.000, dengan harga rata2 itu maka buku tebal Pustaka Jaya ini mestinya berharga sekitar Rp 250.000. Bagaimana buku setebal 1364 halaman ini harganya hanya Rp 95.000 ?

Saya mendapatkan jawabannya pada halaman 1329 di buku ini dalam "Ucapan Terimakasih". Buku yang akan saya ceritakan ini memang harga seharusnya adalah sekitar Rp 300.000. Tetapi, siapa yang mau membeli buku setebal 1364 halaman dengan harga Rp 300.000 ? Kata Rosihan Anwar, wartawan dan penulis senior itu, tebal buku maksimal yang masih menarik untuk dibaca orang-orang Indonesia adalah sekitar 300-400 halaman. Memang Rosihan Anwar menganjurkan penulis buku ini untuk memotong bukunya sampai menjadi maksimal 400 halaman saja, tetapi penulisnya merasa sayang memotong manuskripnya yang sudah sampai 1000 halaman, jadi ia tak memotongnya sama sekali, maka akhirnya
menjadi 1364 halaman. Harganya? Ada sekitar 100 orang, sebagian di antaranya tokoh-tokoh terkenal Indonesia dan Manca Negara dari berbagai latar belakang, dari seniman sampai birokrat, dari ilmuwan sampai jenderal, yang bersedia membeli buku ini dengan harga edisi khusus dan terjadilah subsidi silang sehingga masyarakat umum dapat membelinya Rp 95.000. Sebuah ide bagus !

Buku ini judulnya "Hidup Tanpa Ijazah: Yang Terekam dalam Kenangan", sebuah otobiografi Ajip Rosidi, sastrawan dan budayawan Indonesia. Buku ini ditulis dalam waktu kurang dari setahun, ditulis atas anjuran teman-teman Ajip dan mengejar waktu agar telah terbit saat Ajip berusia 70 tahun pada 31 Januari 2008. Buku ini ditulis oleh Ajip sendiri, jadi bukan otobiografi pesanan seperti banyak dipesankan oleh para
tokoh politik dan militer (namanya otobiografi ya harusnya ditulis sendiri dong, kalau dituliskan orang lain ya namanya biografi). Walaupun buku ini mulai ditulis tahun 2006, Ajip dapat merekam dengan cukup detail peristiwa2 puluhan tahun sebelumnya sejak Ajip anak-anak, remaja, pemuda, dewasa muda, dewasa, sampai usianya sekarang (70 tahun). Pasti Ajip biasa menulis jurnal kegiatan harian sehingga ia bisa menuliskan kembali peristiwa sehari-hari
puluhan tahun ke belakang.

Mengapa Ajip memberi judul buku ini "Hidup Tanpa Ijazah" ? Karena Ajip tak punya ijazah apa-apa, ijazah SMA pun tidak, sebab ia keluar sebelum ujian akhir SMA (Taman Madya). Ajip tidak pernah kuliah, bukan sarjana, tentu bukan master, apalagi doktor. Ia hanya seorang otodidaktis (pelaku otodidak) tulen. Tetapi, lihat karya, sepak terjang, dan pengakuannya. Itu semua melebihi pencapaian rata-rata sarjana, master, doktor, dan profesor pada umumnya.

Saya tidak akan menceritakan dengan detail isi buku ini, untuk yang berminat silakan membelinya saja. Saya ingin menyoroti mengapa Ajip keluar sekolah, tidak mau meneruskan sekolahnya, otodidaknya, dan karya, sepak terjang, serta pengakuannya. Dengan sikap dan kiprahnya seperti itu Ajip adalah manusia langka, bukan hanya di Indonesia, di dunia pun jarang yang seperti dia.

Ajip lahir di Jatiwangi, Kabupaten Majalengka, wilayah yang banyak menghasilkan genteng dan kecap itu, pada 31 Januari 1938. Menempuh pendidikan hanya sampai setingkat SMA yaitu di Taman Madya, Taman Siswa Jakarta, itu pun tidak tamat.Tahun 1956 dia dengan sengaja keluar dari sekolahnya seminggu sebelum ujian akhir dimulai. Pendidikan formalnya
berakhir 52 tahun yang lalu. Tetapi, ia tidak pernah berhenti belajar. Pendidikan dan belajar tak harus di satu tempat. Pendidikan harus di sekolah, belajar bisa di mana saja.

Saat Ajip mau menempuh ujian nasional, ramai terjadi kebocoran soal-soal ujian, orang tak segan mengeluarkan uang dalam jumlah banyak untuk membeli soal ujian, guru-guru pun bisa disogok. Di koran-koran timbul polemik tentang manfaat ujian. Dipertanyakan tentang keabsahan ujian untuk menilai prestasi murid yang sebenarnya. Ajip muda (16 tahun) berkesimpulan: orang tidak segan melakukan perbuatan hina, membeli soal ujian atau menyogok guru, demi lulus ujian. Untuk apa lulus ujian ? Untuk dapat ijazah. Untuk apa
ijazah? Untuk melamar kerja. Untuk apa kerja? Untuk dapat hidup. Kalau begitu, hidup berarti bergantung kepada secarik kertas bernama ijazah ! Ajip terkejut sendiri dengan kesimpulannya. Ia saat itu telah empat tahun berkarya (Ajip mulai mengirimkan tulisan2 cerita dan puisi dan dimuat di koran2 dan majalah2 sejak tahun 1952 saat umurnya masih 14 tahun) dan telah merasa bisa hidup cukup mandiri dengan honorariumnya. Ajip bertanya, apakah
seorang pengarang membutuhkan ijazah untuk bisa hidup ? Tidak.

Ajip memutuskan bahwa hidupnya tidak akan digantungkan kepada selembar ijazah. Prestasinya tidak akan bergantung kepada selembar ijazah. Menurutnya tak ada sekolah atau universitas yang dapat menuntunnya menjadi seorang pengarang yang baik, apalagi ia punya pengalaman bahwa guru2 bahasa Indonesianya semasa di SMP dan SMA harus lebih banyak membaca daripada dirinya.

"Aku akan dapat meningkatkan pengetahuan dan kemampuanku dalam bidang sastra dan penulisan dengan banyak membaca. Dan membaca tidak usah di sekolah. Tidak usah juga bersekolah tinggi karena aku sudah mengenal huruf-huruf. Buku-buku dapat dibeli, atau dipinjam dari perpustakaan. Dalam membaca aku dapat melampaui kebanyakan orang yang punya ijazah lebar. Dengan kian luasnya bacaanku, maka tulisanku akan lebih berbobot. Kalau tulisanku berbobot, niscaya orang-orang akan menghargaiku sebagai pengarang. Akhirnya yang penting dalam hidup adalah prestasi yang diakui oleh masyarakat. Berapa
banyak orang yang mempunyai ijazah tinggi dan menduduki jabatan penting dalam masyarakat tetapi tidak pernah memperlihatkan prestasi pribadi?

Mereka akan lenyap dari ingatan masyarakat kalau mereka sudah pensiun atau setelah meninggal. Aku ingin tetap dikenang orang walaupun aku sudah meninggalkan dunia yang fana ini. Dan hal itu hanya dapat dicapai dengan berkerja keras, dengan mencipta karya yang bagus. Orang akan tetap mengingat namaku kalau karya-karya yang kutulis bermutu" begitu tulis Ajip Rosidi di dalam buku ini halaman 167-168.

Dan, keluarlah Ajip dari sekolah alias drop out, dia menulis surat kepada gurunya di atas kartu pos, "saya tidak jadi ikut ujian nasional karena saya akan membuktikan bahwa saya dapat hidup tanpa ijazah" Luar biasa keputusan anak remaja ini, keputusan sendiri, tanpa memberi tahu orang tuanya di Jatiwangi.

Dan puluhan tahun berikutnya adalah puluhan tahun pembuktian bahwa Ajip bisa hidup tanpa ijazah. Sebuah bakat yang ditekuni secara luar biasa akan berhasil luar biasa juga. Setahun sebelum ia keluar dari SMA, buku pertamanya telah terbit ketika umurnya masih 17 tahun, berjudul "Tahun-Tahun Kematian" (kumpulan cerpen). Itu adalah buku pertama yang mengawali sebanyak lebih dari 110 judul buku berikutnya selama puluhan tahun kemudian. Ajip menulis buku-buku baik kumpulan cerpen, kumpulan puisi, roman, drama, penulisan kembali cerita rakyat, cerita wayang, bacaan anak-anak, kumpulan humor, esai dan kritik, polemik, memoar, bunga rampai, buku terjemahan, biografi (ada 10 halaman daftar lengkap karya Ajip di buku otobiografi ini).

Ajip menulis baik dalam bahasa Sunda maupun bahasa Indonesia. Banyak karyanya diterjemahkan oleh penerbit internasional ke dalam bahasa-bahasa asing Belanda, Cina, Hindi, Inggris, Jepang, Jerman, Kroasia, Prancis, Rusia, Thai, dan lain-lain.

Sepak terjang Ajip tak hanya dalam dunia penulisan sastra dan sekitarnya. Ia adalah redaktur dan Pemimpin majalah Suluh Pelajar (1953-1955) saat Ajip masih duduk di SMP dan SMA. Juga ia menjadi pemimpin redaksi Majalah Sunda (1965-1967), Budaya Jaya (1968-1979), dan Cupumanik (sejak 2005).

Ajip juga adalah redaktur, pendiri dan pemimpin usaha2 penerbitan. Ia adalah seorang redaktur Balai Pustaka (1955-1956). Tahun 1962 mendirikan Penerbit Kiwari, tahun 1964-1969 mendirikan dan memimpin Penerbit Tjupumanik di Jatiwangi. Tahun 1971 mendirikan Penerbit Pustaka Jaya dan menjadi pemimpinnya. Tahun 1981 mendirikan Penerbit Girimukti Pusaka, Tahun 2000 ia mendirikan dan memimpin Penerbit Kiblat Buku Utama di Bandung. Usaha
penerbitannya ada yang terus berjalan sampai Sekarang (Pustaka Jaya), ada juga yang telah lama berhenti.

Ajip juga sangat giat dalam berorganisasi, misalnya tahun 1954 (umur 16 tahun) menjadi anggota Badan Musyawarat Kebudayaan Nasional. Tahun 1956 menjadi anggota Lembaga Bahasa dan Sastra Sunda. Tahun 1972-1981 menjadi ketua Dewan Kesenian Jakarta (dewan ini juga dibentuk pada tahun 1968 atas prakarsa Ajip. Tahun 1973-1979 sebagai ketua Ikatan Penerbit Indonesia(IKAPI). Tahun 1993 Ajip mendirikan Yayasan Kebudayaan Rancage, sebuah yayasan yang mengapresiasi karya-karya sastra daerah dalam bahasa Sunda,
Jawa, dan Bali.

Ajip juga menduduki banyak anggota badan-badan kehormatan. Tahun 1960-1962 dia adalah anggota Badan Pertimbangan Ilmu Pengetahuan bidang Sastra dan Sejarah. Tahun 1978-1980 sebagai staf ahli menteri Pendidikan dan Kebudayaan, tahun 1979-1982 menjadi anggota Dewan Fim Nasional, tahun 1979-1980 menjadi anggota Dewan Pertimbangan Pengembangan Buku Nasional. Tahun 2002 diangkat menjadi anggota Akademi Jakarta.

Meskipun Ajip tak menamatkan SMA-nya, tak pernah kuliah, bukan sarjana, tentu bukan master, apalagi doktor, tahun 1967 ia diangkat sebagai dosen luar biasa pada Fakultas Sastra Universitas Padjadjaran di Bandung. Ajip pun sering diundang memberikan kuliah umum di berbagai perguruan tinggi di seluruh Indonesia. Dan, tahun 1981, Ajip diangkat sebagai Visiting Professor pada Osaka Gaikokugo Daigaku di Osaka, Jepang. Ajip mengajar di Jepang sampai tahun 2003. Ajip pun diangkat sebagai Gurubesar Luar Biasa pada tahun
1983-1994 di Tenri Daigaku di Tenri, Nara, Jepang. Tahun 1983-1996 menjadi Gurubesar Luar Biasa pada Kyoto Sangyo Daigaku di Kyoto. Pensiun sebagai guru besar, Ajip pulang ke Indonesia pada tahun 2003. Sekalipun Ajip berada di Jepang selama 22 tahun, dia tetap menulis buku2nya dalam bahasa Sunda dan Indonesia, tetap berhubungan dengan para penggiat sastra di Tanah Air, dan tetap memantau serta mengelola organisasi2 yang pernah didirikannya dari jauh.

Sebagai penggiat sastra, tentu Ajip pun banyak menjadi pembicara di berbagai simposium, seminar, kongres, konferensi atau lokakarya mengenai kebudayaan dan kesenian, terutama tentang sastra dan bahasa, baik di tingkat daerah, nasional, regional, maupun internasional. Sebagai orang yang mumpuni dalam bidang sastra, Ajip pun kerap diminta sebagai anggota dewan juri dalam menilai berbagai perlombaan bidang sastra dan kesenian.

Ajip dan organisasinya pun beberapa kali mendapatkan dana nasional maupun internacional untuk penelitian sastra dan budaya. Tahun 1969-1972 Ajip mendirikan dan memimpin proyek penelitian pantun dan folklor Sunda. Tahun 1960-1967 Ajip mendapatkan dana dari the Toyota Foundation untuk meneliti kebudayaan Sunda dalam rangka penyusunan Ensiklopedi Sunda (telah terbit pada tahun 2000). Tahun 1960-1994 meneliti puisi Sunda, dan hasilnya dituliskan dalam tiga jilid buku dengan tabal total 1700 halaman (telah terbit dua jilid).

Karena dedikasinya yang total lepada kesustraan dan kebudayaan, Ajip beberapa kali diganjar penghargaan, yaitu 1957 : Hadiah Sastra Nasional untuk kumpulan puisinya, 1960 : Hadiah Sastra Nasional untuk buku kumpulan cerpennya, 1974 : Cultural Award dari Australia, 1993 : Hadiah Seni, 1994: penghargaan sebagai salah satu dari 10 putra Sunda terbaik, 1999: penghargaan Order of the Sacred Treasure, Gold Rays with Neck Ribbon dari
Jepang, 2003 : penghargaan Mastera dari Brunei, 2004 : Teeuw Award dari Belanda.

Demikian sekilas karya-karya dan pencapaian-pencapai an Ajip. Ia berkarya sejak berumur 14 tahun sampai kini usianya 70 tahun, menekuni sastra dan budaya Sunda dan sastra Indonesia selama 56 tahun.

Di dalam buku ini, yang berisi 23 bab, kita bisa mengetahui bahwa pergaulan Ajip begitu luas, baik dengan kalangan sesama sastrawan dan budayawan, juga dengan banyak tokoh dari berbagai bidang baik di Indonesia maupun peneliti2 asing yang datang ke Indonesia untuk meneliti sastra dan budaya Indonesia. Bagaimana pergaulan dan pandangan Ajip dengan tokoh2 seperti Ali Sadikin, Mochtar Lubis, Taufik Ismail, Asrul Sani, Affandi, Gus Dur, Nurcholish Madjid, dan masih banyak lagi bisa dibaca di sini. Pengamatannya tentang
kejadian2 penting yang dialami Indonesia entah itu pertikaian politik, bencana, korupsi, dan lain2 dari tahun2 1940-an sampai sekarang bisa dibaca juga di sini. Ajip juga menceritakan pikiran dan sikapnya tentang itu semua dan hal2 yang dialaminya, termasuk saat gempa Kobe di Jepang, sebagaimana layaknya sebuah otobiografi. Buku otobiografi setebal 1364 halaman ini adalah salah satu dari buku2 otobiografi paling tebal yang pernah ditulis.

Kata seorang pengamat, Ajip adalah seorang langka dengan kelebihan yang tidak dimiliki H.B. Jassin, Goenawan Mohamad, dan Soebagio Sastrowardojo (Dr. Faruk dalam Kompas 31 Mei 2003).

"Mungkin ada orang yang membaca buku ini menuduh bahwa buku ini merupakan usaha Ajip untuk memamerkan kehebatannya sebagai orang yang "kurang sekolah", tetapi berhasil mencapai prestasi internasional. Tentu saja tuduhan itu sukar dibantah. Meskipun tentunya sah-sah saja bagi orang berprestasi untuk memamerkan prestasinya, apalagi prestasi ini dicapai melalui perjuangan dan usaha sendiri dengan kerja keras. Ajip sudah merupakan seorang yang dihargai di Indonesia, dia tak akan perlu memamerkan diri lagi, buku ini ditulisnya lebih kepada keinginan untuk mengawetkan kenangan2 dan pikiran2-nya, berbagi pengalaman dengan orang lain", begitu tulis Arief Budiman dari Melbourne, teman karib Ajip, dalam kata pengantar otobiografi ini.

Satu hal yang sangat penting yang merupakan pesan Ajip melalui buku ini adalah : meskipun pendidikan sangat penting, orang bisa juga berhasil meskipun tidak atau kurang sekolahnya. Ajip telah membuktikan kepada kita semua bahwa ia bisa hidup dan berhasil sampai punya reputasi internasional bahkan sampai menjadi gurubesar di tiga perguruan tinggi di luar negeri
meskipun tak punya gelar akademik apa pun, bahkan ijazah SMA pun tak ia miliki, Ajip benar2 : hidup tanpa ijazah.

"Ajip akan diterjang kegelisahan yang luar biasa saat ia mandeg membaca dan gagap menulis" (Maman S. Mahayana dalam Panji Mas, Februari 2003).

salam,

awang
(sumber: milis daarut-tauhid)